Hari ini, genap 22 tahun usiaku. Tak terasa waktu berlalu begitu cepatnya. Aku masih ingat betul saat Ayah mengajariku naik sepeda kayuh. Hampir semua sendi dan tulang kaki rasanya sakit semua kala itu, saat terjatuh aku mencoba untuk menaikinya kembali. Ayah pun tanpa putus asa memberikan dorongan semangatnya sampai aku bisa. Masih segar juga bayangan Pasar Pahing, tempat favoritku saat masih duduk di kelas 1 SD. Hampir setiap minggu aku membuntuti ibu membeli kebutuhan sehari-hari di pasar terbesar di Kecamatan Girimarto, daerah cukup terisolir di kabupaten Wonogiri, tempat dimana aku memulai kehidupan.
22 tahun silam, torehan tinta sejarah kehidupanku berawal di sebuah puskesmas kecil berjarak sekitar 7 kilometer dari gubuk tua tempat bernaung keluargaku. Pukul setengah tujuh pagi, satu hari sebelum peringatan tahunan yang bersejarah,
Sumpah Pemuda. Seorang bayi laki-laki seberat 3,3 kilogram dan panjang 50 centimeter terlahir di tengah ramainya dunia menyambut mentari pagi itu.
Sekitar tiga hari setelah kelahiran, ayahku sibuk mencari nama yang akan dianugerahkan kepada putra pertama semata wayangnya. Sempat berfikir untuk menamainya “Nurtanto”, tapi menurut ayah nama itu sudah terlalu banyak digunakan. Entah ide dari mana pada saat itu yang ada di fikiran ayahku, beliau lantas mendapatkan sebuah ilham yang terwujud dalam dua kata yang terbagi menjadi lima suku kata,
“Wily Juanggo”, meski pada perkembangannya nama itu tidak lagi orisnil.
Aku juga tidak tahu kenapa, ku dapati 2 nama yang berbeda pada akta kelahiran dan surat kelahiranku dari kelurahan. Dalam akta kelahiran nama pertamaku tertulis “WILY” namun dalam surat kelahiran yang berwana hijau kebiru-biruan lengkap dengan tanda tangan Kepala Desa itu tersurat “WILLY” dengan sedikit coetan diantara dua huruf L. Dan akhirnya saat lulus kelas enam SD di Ijazah (STTB pada waktu itu), namaku tertulis “Willy Juanggo” begitu seterusnya sampai di Ijazah SMAku. Ceritanya dulu, Pak Sugiyarno -Pak Gie-, wali kelasku (saat kelas enam) meminta kami satu kelas untuk mengumpulkan akta/surat kelahiran yang akan digunakan untuk pendataan nama siswa di Surat Tanda Tamat Belajar (STTB/Ijazah). Namun kala itu, kebetulan akta kelahiranku dibawa ayah yang sedang bekerja di Solo dan akhirnya yang aku berikan malah surat kelahiranku dari kelurahan. Saat itu aku memang belum tahu dan paham seberapa penting hal tersebut. Akhirnya nama yang tertulis di STTB sama halnya dengan yang tertulis di surat kelahiranku,
“Willy Juanggo”.
Beberapa hari kemudian, saat pulang kampung dan melihat namaku di STTB ayah merasa agak kecewa dan bercerita kepadaku bahwa namaku yang benar adalah “Wily Juanggo” bukan “Willy Juanggo”, namun nasi sudah menjadi bubur alias sudah terlanjur. Tidak mungkin membenahi dan kata ayahku pasti sangat ribet jika melakukannya.
Detik demi detik, menit, jam, hari, bulan dan tahun demi tahun berlalu, dan “Willy Juanggo” telah melekat sebagai identitas personal, saat orang lain memanggil diriku (Meski ada juga teman yang suka memanggilku Angga, bahkan teman ayah kerap memanggilku Juang) Haha.
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Memang terasa agak asing dan aneh bagi orang yang pertama kali bertemu, saat mereka bertanya tentang nama dan aku beritahu, mereka malah mengerutkan kening. Tidak sedikit pula yang mengira bahwa aku berasal dari daerah timur Indonesia. Pernah juga saat di kampus untuk membuat kartu anggota perpustakaan, seorang petugas perpustakaan bertanya tentang daerah asalku. Dan saat ku jawab aku berasal dari Wonogiri, Ibu pustakawan tersebut malah menuduhku berbohong, hehehe. Kata beliau, aku kurang (atau bahkan tidak) cocok menjadi orang Jawa apalagi orang Wonogiri. Mungkin karena nama aneh dan sedikit format mukaku yang tidak nampak seperti orang Jawa pada umumnya.
Oh ya, sampai saat ini, aku masih bertanya-tanya apa makna dibalik nama pemberian ayahku ini. Beberapa kali sempat ku tanyakan kepada ayah, namun beliau sendiripun tidak tahu. Lha, terus bagaimana ini?:)
Akhirnya fikiran “nakal”ku pun muncul. Aku coba menafsirkannya sendiri. Mungkin pada saat ayah memilih nama, beliau teringat pelajaran bahasa Inggis saat masih sekolah Karena ku catat ada 2 unsur di namaku yang merupakan entry dalam kamus Inggris-Indonesia (karyanya Pak Hassan Shadily terbitan Gramedia, bukan yang 2 Milyaran itu), sedangkan satu unsur lainnya yang membentuk nama lengkapku merupakan sebuah kata dasar dalam Bahasa Indonesia. Bisa jadi hal ini merupakan factor ketidaksengajaan, atau mungkin beliau ingin mengkombinasikan antara keduanya, Inggris dan Indonesia. Atau mungkin beliau punya sebuah harapan, suatu hari kelak anaknya yang paling ganteng ini bisa menginjakkan kaki di negara asal grup music “The Beatles” dan melancong ke Wembley Stadium kandangnya Manchester United (Ngawur, Old Traford kali), hahaha…Amiin.
Oke lanjut lagi, dua kata dalam bahasa Inggris itu adalah “Wily” dan “Go” sedangkan kata “Juang”, unsur yang lainnya, merupakan kata asli dalam bahasa Indonesia. So, ketiganya jika digabungkan akan menjadi “Wily JuangGo”, Yeah..It’s my name. Jika melihat dalam kamus Inggris-Indonesia karya John M. Echols dan Hassan Shadily terbitan Gramedia cetakan tahun 1996, kata “Wily” dapat ditemukan pada halaman 648 yang dalam bahasa Indonesia berarti cerdik, pintar, cerdas, lihay..ahahay. Sedang kata “Go”, memang sebuah kata yang begitu familiar, bisa ditemukan di buku pelajaran Bahasa Inggris anak-anak SMP dan SD. Kata favorit para guru saat mengajar “Simple Present Tense”,
I go to school (saya pergi ke sekolah)
. Yup, salah satu makna kata “Go” adalah “pergi” :).
Insya Alloh bersambung, saya akhiri dulu dengan ucapan Alhamdulillah ya, sesuatu :)
Wow! 😂
BalasHapus