Tidak pernah membayangkan dan terpikir sebelumnya bisa menginjakkan kaki di Bumi Borneo. Sebuah pengalaman pertama yang cukup mengesankan, sebab selain saya bisa melihat secara langsung bentang alam dan keindahan Kalimantan, ini juga merupakan pengalaman pertama saya naik pesawat terbang.
Berawal dari hari rabu (11/7) kemarin saat ada telpon masuk ke HP yang menginstruksikan agar segera bersiap melaksanakan tugas di Kalimantan. Panggilan yang menurut saya terlalu cepat. Kemudian disusul dengan pesan masuk yang meminta saya untuk berangkat keesokan harinya, Kamis (12/7). Sontak saya kelabakan kala itu. Tidak ada rencana di awal minggu yang saya susun untuk pergi sejauh ini. Tapi tiket pesawat sudah terlanjur dibooking, dengan jadwal keberangkatan pada hari Kamis pukul 15.30 dan sebelumnya harus check in terlebih dahulu pada pukul 14.00 di Bandara Ahmad Yani, Semarang.
Hari Kamis pun tiba, selepas menunaikan sholat Subuh saya segera bersiap-siap. Saya sempat bingung untuk berkemas, sebab seluruh pakaian saya masih di Solo, tersimpan di kamar kos. Sedangkan saat itu saya masih di kampung halaman, Wonogiri. Jaraknya dari Solo lumayan jauh, kurang lebih 60 km, waktu tempuh sekitar 1,5 Jam memakai sepeda motor dengan kecepatan rata-rata 50-60 Km/jam.
Bermodalkan niat dan doa, saya meminta kakak untuk mengantarkan saya ke Solo. Sebab kalau saya berkendara sendiri pasti memakan waktu yang lama, jujur saja saya tidak berani ngebut. Akhirnya kami pun berangkat ke Solo. Lumayan cepat, 1 jam kemudian kami sudah tiba di kos di daerah Bonoloyo. Setelah berkemas saya menuju terminal Tirtonadi sekitar pukul 08.30. Di sana saya bertemu seorang teman yang sudah menunggu sekitar 1 jam. Sebenarnya tujuan saya dan teman saya ini ke Kalimantan untuk mengajar di sebuah sekolah baru, yang kebetulan di sana belum ada guru yang mengajar maple Bahasa Inggris untuk kegiatan matrikulasi selama 3 bulan. Menurut info yang kami dapatkan, sekolah yang akan kami tempati nanti merupakan sekolah Bilingual yang bahasa pengantar untuk mapel sainsnya adalah Bahasa inggris, dan selama 3 bulan pertama siswa yang belajar di sekolah ini hanya belajar mata pelajaran Bahasa Inggris saja dan diharapkan mampu menguasai bahasa Inggris baik lisan maupun tulis. Kami berdua sebenarnya juga baru saling mengenal sekitar 1 bulan yang lalu, pada saat ada acara Camp calon Guru di Sekolah Kharisma Bangsa, Tangerang.
Dengan perasaan ragu yang bercampur dengan optimisme kami pun mulai melangkah, berangkat menuju Semarang tepatnya ke Bandara Ahmad Yani, tempat di mana pesawat yang akan membawa kami berada. Menuju semarang dengan bus Patas jurusan Solo-Semarang, akhirnya dalam waktu kurang lebih 3,5 jam kami pun sampai tujuan. Kalau tidak salah kami sampai di bandara sekitar pukul 12-an, saat matahari bersinar dengan teriknya. Di sana kami menunggu sekitar 2 jam sampai dengan waktu check in. Meski pesawat sempat terlambat, akhirnya pukul 4 sore kami pun take off menuju Bandara Syamsudin Noor, Banjarmasin. Kebetulan saat itu kami naik Pesawat Sriwijaya Air dan karena ini merupakan pengalaman saya naik pesawat, rasa was-was dan takut pun muncul. Namun, Alhamdulillah berkat izin yang maha Kuasa, kami bisa mendarat di tujuan dengan selamat di tujuan sekitar pukul 18.00 WITA, atau Pukul 17.00 WIB.
Setibanya di bandara, kami berdua pun dijemput oleh 2 orang yang sempat menghubungi saya sehari sebelumnya. Mereka adalah Bapak Amanatu Kuncoro dan Pak Fiqri, pengajar di sekolah yang akan saya tempati. Pak Kuncoro adalah Guru Matematika, namun latar belakangnya adalah Sarjana Teknik Lulusan Universitas Indonesia, sebelum di tempatkan di Banjarmasin beliau sempat mengajar di SMA Semesta Semarang. Sedangkan Pak Fiqri, beliau adalah guru biologi lulusan S2 di UGM yang juga seorang PNS Pemprov Kalsel. Sedangkan teman yang membersamai saya dari Solo sampai dengan Banjarmasin namanya Satriyo Yoga Aji Abdillah, saya kerap memanggilnya Mas Ajik, pemuda berusia 22 Tahun, sebaya dengan saya, Sarjana Pendidikan Jurusan Pend. Bahasa Inggris UMS yang bertempat tinggal di daerah Andong, Boyolali. Ternyata di bandara masih ada satu orang lagi yang hendak menuju tempat yang sama, namanya Mehmet Duzenli, pria 27 tahun berkebangsaan Turki yang akan menjadi pengasuh asrama di Sekolah nanti.
Setelah berbincang-bincang kurang lebih 15 menit kami pun bergegas menuju sekolah. Dengan menggunakan Toyota Rush waktu tempuh dari bandara ke Sekolah lumayan singkat. Di tengah perjalanan saya sempat bertanya-tanya, seperti apa sekolahnya nanti. Kebetulan saat itu sedang hujan, jadi jalanan lumayan becek dan licin. Kalau dibandingkan dengan jawa, khusunya Solo mungkin akan berbeda 90 derajat, bukan 180. Sebab sepanjang perjalanan saya tidak melihat pertokoan, atau ruko yang berjajar ditambah penerangan jalan yang minim, hanya beberapa pedagang dan warung-warung kecil. Sekitar 20 menit, akhirnya kami pun sampai di Sekolah. Dan tahukah apa kesan pertama yang saya dapatkan? Cukup Menyeramkan. Betapa tidak, untuk berjalan menuju asrama sekolah kami harus melewati papan kayu yang lumayan becek, ditambah dengan lokasi sekolah yang jauh dari pemukiman, penerangan kurang dan masih dalam tahap pembangunan. Namun, setelah sampai di asrama saya sudah bisa mengkondisikan diri, dan sempat berbincang-bincang dengan siswa. Dari perbincangan itu, barulah saya tahu nama sekolah yang akan menjadi tempat saya berkarya, SMA Banua Kalimantan Bilingual Boarding School.
Artikel keren lainnya:
inilah willy juanggo sahabat karibku,teman satu meja smp, teman bercanda gurau.tak terasa kita sekarang sudah dewasa teman.semoga kamu sukses diborneo kawan.sekilas terasa dejavu dengan masa smp.hehehehe
BalasHapusHalo, Helda Apa kabar?
BalasHapusiya sahabatku..terima kasih :)
Salam sukses selalu untuk sahabat karibku saat SMP...