Tiba-tiba jadi teringat sebuah ungkapan “What in a name”, atau kalau si Hartanto temenku bilangnya “What-lah the meaning of the name” (apalah arti sebuah nama, hahaha..). Ungkapan yang dipopulerkan oleh tokoh sastra dan dramawan yang suangat terkenal, William Shakespeare. Meski Pakdhe William ini dulu sempat menjadi perdebatan yang sengit antara dosen dan salah satu temenku pas mata kuliah Prose and drama, tapi untungnya nggak sampai berakhir di pengadilan. Alhamdulillah, sesuatu banget.
Ceritanya dulu, seorang dosenku yang cuantik bilang ke kami (mahasiswanya) kalau si William ini selama hidupnya kagak pernah menikah sampai dia mati, serta ndak punya anak (ya iyalah, anak dari mana? kecuali dia nemuin kamu dari tong sampah terus diadopsi, haha). Nah, pendapat beliau ini disanggah oleh temenku. Dia (temenku) bilang bahwa pernah baca literature yang menyatakan kalau Wlliam Shakespeare menikah dan punya anak. And the fight comes on, Bla…bla…bla….&*&^%^$, pertempuran sengit antara dua kubu pun pecah. Mungkin kala itu si doi lagi sensi, jadi emosi kalo diberi roti eh diberi masukan dari temenku ini. Aku yang ditengah-tengah hanya bisa duduk menikmati sambil berkata dalam hati,
“Ah, ngapain repot-repot nguusin kehidupan pribadinya si Shakesphere toh sekarang dia udah ndak ada. Kalaupun masih ada, mending nanya aja langsung ke dia statusnya apa, single, double, triple, janda atau duda” hahaha, apatis banget yah gue? Tapi ni beneran sob, sejak kejadian itu aku jadi penasaran dan pengen cari tahu siapa sih yang bener di antara dua kubu tadi.
Dan akhirnya, pada suatu malam di tengah rintikan hujan, terdengar suara tetesannya di atas genteng (duh, ga nyambung) aku menemukan sebuah buku yang cukup menjawab rasa penasaranku. Buku itu berjudul “100 Tokoh yang Paling berpengaruh dalam Sejarah” karya Michael H. Hart yang diterjemahkan ke dalam Bahasa Indonesia. Meski buku terjemahan, tapi aku yakin isinya pasti hasil terjemahan dari bahasa aslinya (you don't say!!). Dalam buku tersebut, si Shakesphere menempati urutan ke-36 setelah Adolf Hitler dan sebelum Adam Smith (ngomongin si Adam Smith, jadi teringat guru mapel ekonomi dulu pas SMA, the invinsible man ups salah, teringat teorinya Adam Smith yang the Invisible hands alias tangan-tangan ajaib, eh bukan, tangan-tangan ghoib ding. Tangannya siapa? Yo mbuh
Dalam buku yang memuat biografi singkat 100 tokoh berpengaruh tersebut, diceritakan bahwa Wiliam Shakespeare lahir pada tahun 1564 dan meninggal pada tahun 1616. Dia menikah pada usia delapan belas tahun, bersamaan dengan istrinya yang pada kala itu berusia dua puluh enam tahun, memiliki tiga orang anak saat usianya belum genap dua puluh satu (Wah, lebih muda daripada gue). Dan dari membaca buku ini sudah cukup meyakinkan aku kalau cintamu itu palsu, waduww…bukan, sudah cukup meyakinkan aku kalau Wiliam Shakespeare menikah dan punya anak.
Sampai di mana tadi ya? Waduh kok malah melenceng sampai ke abad 15, capek deh (kamu sih ga mau ngingetin!). Oke, kembali ke Laptop!(Mr.Tukul mode: on). Kembali ke unsur namaku yang ke tiga, ada yang masih inget? Yup, bener banget,
“Juang”. Ber-JUANG, per-JUANG-an, memper-JUANG-kan adalah beberapa kata bentukan dari kata dasar “JUANG”. Tentu beberapa kata tersebut tadi sudah lumayan atau bahkan sangat familiar di telinga kita. Beberapa kata yang kerap kita jumpai saat upacara bendera, pas Pembacaan Pembukaan UUD 1945:
“……………………..
Dan perJUANGan kemerdekaan Indonesia telah sampailah pada saat yang berbahagia ………..…”
Atau pas kita baca Koran ada headline”
“Buruh Pabrik A memperJUANGkan haknya untuk bla bla bla ”
Pernah juga dulu saat masih aktif di Pramuka nyanyi nih lagu:
“Tinggalkan ayah, tinggalkan ibu
Izinkan kami pergi berJUANG
……………………………………”
Pokoknya kata JUANG dan keturunannya kerap kita temui dan menurutku identik dengan semangat dan kegigihan, Sob. Bisa bayangkan kalau berjuang dalam sebuah perjuangan untuk memperjuangkan sesuatu tidak dilandasi dengan semangat dan kegigihan? Mungkin bisa saja apa yang diharapkan cenderung susah didapatkan, atau bahkan gagal di tengah jalan. Kaya gue misalnya yang sedang berjuang merampungkan skripsi, kalau ndak semangat, tekun, ulet bisa-bisa ntar jadi mahasiswa abadi, untungnya sih gue enggak (hahaha, sombong dikit).
Interupsi mas…..By the way, "pronoun"nya kok gonta-ganti terus sih? Tadi aku, sekarang gue, kemarin saya? Yang bener yang mana? Ini penulis aslinya siapa sih? Gue, aku ato saya?
#(yang nulis njawab)…maklum sob, namanya aja Pronoun (kata ganti) ya harus gonta ganti biar sesuai dengan namanya (haha, ngawur!).
Oke, lanjut lagi meski semakin ndak jelas arah pembicaraannya. Mungkin karena kesana kemari aku mencari alamat, namun yang kutemui bukan dirinya. Sayang yang ku terima alamat palsu. Oh, kemana…kemana…kemana….???
Kembali ke namaku, kata JUANG yang ditempatkan ayah pada namaku mungkin menyimpan sebuah misteri dan harapan untukku di masa yang akan datang. Yah, penafsiranku sih ayah ingin diriku ini menjadi seorang dan sesosok (wah kaya penampakan ajah) yang GIGIH, TANGGUH dan PENUH SEMANGAT. Yah semoga saja, Amiin (udah cakep, penuh semangat lagi). Namun, sedikit yang mengganjal, sebuah pertanyaan yang muncul dari lubuk hatiku yang paling dalam,
“Sudahkah saya demikian?”. Menurut kalian gimana Sob? Kalau aku menilai diriku sendiri kan ga fair dan cenderung subyektif, untuk yang ini penilaian aku serahkan kepada teman-teman dan rekan-rekan di sekitarku.
Lengkaplah sudah 3 unsur. Kemarin kita sudah membahas kata “Wily” yang berarti cerdik, pintar, cerdas, lihay. Kata “Go” yang salah satunya bermakna pergi dan kata “Juang” yang (menurutuku) identik dengan semangat dan kegigihan. Finally, kita mendapatkan gabungan dari ketiga kata tersebut menjadi “Wily JuangGO” (
Mas..mas, kok bukan Wily Go Juang atau Go Wily Juang ?….SSsstt, shut up! Terima jadi aja). Kalau kita gabung dan diartikan dari kata-kata tersebut menurut penafsiranku, my own interpretation gitu
adalah ayahku menginginkan seorang anak yang cerdik, pintar, cerdas dan lihai untuk senantiasa memiliki semangat dan kegigihan dalam setiap kepergiannya untuk berjuang. Untuk itulah, ayah memberiku nama Wily Juanggo, seorang anak yang (diharapkan) cerdas, pandai, cerdik dan lihai yang sedang pergi berjuang. Berjuang untuk apa?, ya banyak sih. Berjuang untuk menjadi anak yang berbakti kepada orang tua, berjuang menjadi pribadi yang menebar kemanfaatan, berjuang untuk mendapatkan rejeki yag halal dan berjuang melalui perjuangan-perjuangan berat lainnya. Doakan saja yah, semoga si Willy ini bisa melalui segala perjuangannya dengan prestasi yang memuaskan dan bisa mendapatkan predikat cum laude.
Pada hakikatnya nama adalah doa dan harapan. Pun demikian dengan nama yang diberikan oleh orang tua kepada anak, pastilah mengandung doa dan harapan kelak nanti saat anaknya dewasa. Saya sangat yakin, tidak ada orang tua di muka bumi ini yang punya harapan atau doa buruk pada anaknya, semua pasti menginginkan kebaikan. Nama adalah representasi doa orang tua, demikian pula saatnya nanti kita memiliki buah hati namailah putra atau putri kita dengan sebaik-baik nama. Jika Wiliam Shakespeare pernah berkata “apalah arti sebuah nama”, maka saya mengatakan bahwa nama memiliki arti besar bagi penyandangnya. Karena selain sebagai simbol pengenal dan merek personal, pastilah ada “sesuatu” yang terkandung da tersirat di dalamnya.
Yah, itulah saya dan nama saya (kembali normal lagi). Dua hal yang tidak bisa terpisahkan satu sama lain, Ketika anda memanggil “Willy Juanggo” maka saya akan menoleh (artinya Anda memanggil saya), dan ketika anda memanggil saya berarti anda telah memanggil “Willy Juanggo”, haha. Begitu seterusnya sampai akhirnya nanti maut yang memisahkan kita (lebay dikit). Raga boleh mati, tapi nama semoga bisa dikenang abadi karena kebaikan kontribusi, Amiin
N.B. = Mohon maaf jika ada sesuatu yang menyinggung, Kritik dan saran silakan kirim ke Nomor HP saya.
Belum ada tanggapan untuk "Aku dan Namaku (Bagian 2 - Habis)"
Posting Komentar
Jangan lupa tinggalkan komentar ya!!!